Pair of Vintage Old School Fru
Menanam Padi Dalam Pot HASIL BERLEBIH, PERAWATAN RINGAN Kini, padi tak hanya bisa ditemukan di pedesaan. Di tengah Kota Kembang, Bandung, Jawa Barat, tanaman padi bisa ditemukan di atas rumah. Anda juga bisa menanamnya. Bagaimana caranya? Kisah ini berawal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) yang ingin mengubah cara pandang masyarakat terhadap hutan dan lingkungan. Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita (62) dan Sobirin Supardiyono (64), kemudian mengenalkan sistem tanam padi yang lebih ramah lingkungan. Namanya System of Rice Intensification (SRI). ”Dengan sistem ini, para petani bisa mendapatkan hasil dua kali lipat dari biasanya. Bila dulu satu hektar sawah menghasilkan sekitar 4 - 5 ton beras, SRI bisa menghasilkan beras 6 sampai 8 ton per hektar sawah. Bahkan ada yang bisa mencapai 10 ton,” kisah Mubiar. Sebelum sistem ini diterapkan di sawah petani, tahun 2002 , mubiar dibantu beberapa petani menanam padi dalam pot. Ternyata bisa, dan menghasilkan. Dari puluhan pot yang ditanami padi, semuanya bisa tumbuh sampai panen. Bahkan, lebih baik dari sawah. Ada satu pot yang menghasilkan sampai setengah kilogram padi! Kelebihan menanam padi dalam pot, menurut Mubiar tidak perlu digenangi air. Selain itu, cara ini mengurangi perusakan hutan, karena masyarakat tak lagi perlu meninggalkan halamannya untuk masuk ke hutan mencari tanah subur guna membuat sawah atau ladang. RAMAH LINGKUNGAN Dikatakan Mubiar, sistem ini sangat ramah lingkungan dan murah. “Bertani memakai pupuk itu sudah kuno. Kita mengolah lahan sebagai bioreaktor atau membuat tanah menjadi pabrik pupuk. Semuanya itu sebenarnya sudah diajarkan oleh para leluhur kita,” ucap dosen Fakultas Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung ini. Caranya, “Kita kembali menggunakan kompos dan MOL (Mikro Organisme Lokal. Red.) yang bisa dibuat sendiri dan berbiaya murah. ” Cara menanam padi pun berbeda dengan cara menanam yang ada sekarang. Bibit padi cukup diletakkan saja di tanah yang sudah dicampur kompos. Umurnya hanya 5 hari, bukan 20 hari seperti sekarang. Dengan begitu, petani hanya membutuhkan 3 kilogram bibit per hektar, bukan 30 kilogram seperti sekarang. Dari satu butir bibit padi, lanjut Mubiar, bisa tumbuh menjadi sekitar 100 batang padi. ”Bila rumpun padi banyak, tentu akan lebih banyak beras yang bisa dihasilkan petani,” kata Mubiar yang menyebut menggenangi sawah dengan air sebagai suatu kesalahan. ”Air yang menggenang akan membuat mikro organisme mati, calon anakan padi pun bisa busuk. Semua ini berpengaruh terhadap produksi panen,” paparnya. Kompos yang digunakan dalam sistem tanam SRI, lanjut Mubiar, membuat petani tak perlu memakai pupuk. “Saya memainkan bioreaktor tanah yang bisa diaktifkan oleh kompos, bukan dengan pupuk yang ada sekarang. Bila hal ini sudah diterapkan, tak ada lagi pabrik-pabrik pupuk besar. Sebab, di bawah tanah sudah ada pabrik- pabrik pupuk kecil yang sedang bekerja.” Menurut Mubiar, kompos bukanlah pupuk. “Kompos hanya dipakai untuk menyediakan ruang untuk air, mikroba, dan akar tanaman. Tanaman pun dapat tumbuh dengan baik karena tanah didukung mikroba yang bisa menyediakan kebutuhan tanaman.” Imbas positif penggunaan kompos, “Tak ada lagi sampah dapur atau jerami yang dibakar dan menimbulkan polusi. Semuanya dikumpulkan dan dibuat menjadi kompos atau MOL. Harga jual hasil penanaman dengan SRI juga lebih tinggi, pasalnya bisa disebut sebagai tanaman organik. Hasil produksi dengan SRI jelas organik, namun yang dibilang organik belum tentu menggunakan SRI,” kata suami dari Mintarsih ini.
TAK ADA HAMBATAN Sistem penanaman padi dalam pot telah dicoba Ingkan Harahap (53). Akhir tahun lalu, 50 buah polybags di atas rumahnya dipenuhi tanaman padi. Menurut jadwal, bulan depan Ingkan bisa mulai panen. Menurut Ingkan, kegiatan menanam padi dan sayur- mayur dalam pot bisa dibilang hobi barunya. ”Lahan yang saya miliki, kan, terbatas,” ujar Ingkan yang tinggal di tengah kota. Kebetulan, rumahnya tidak semua memakai atap genting. Jadilah Ingkan mencoba memanfaatkan bagian atas rumahnya itu sebagai lokasi pot tanamannya. Selain itu, dengan menaruh pot berisi tanaman di bagian atas rumah, Ingkan berharap dapat menutupi sinar matahari. Panas di dalam rumah pun dapat berkurang. Awalnya, ibu dua anak ini mencoba menaman lima batang tomat dalam pot. “Ternyata tomat dapat tumbuh dengan baik dan berbuah. Lalu, ketika saya tanam cabai, hasilnya juga baik,” ungkap Ingkan. Lama-lama, “Saya mulai menanam beberapa jenis sayur mayur seperti kacang merah dan kangkung,” kata arsitek lulusan ITB tahun itu. Nah, November tahun lalu Ingkan punya keinginan untuk menanam padi. “Saya ingin punya tanaman padi karena saya orang Indonesia yang makan beras. Saya semakin semangat setelah bertemu dengan seorang teman saya yang kebetulan sarjana pertanian. Perasaan saya seperti bensin yang disulut dengan api,” ujarnya. Niatnya pun semakin besar ketika seorang saudaranya di Sumatera Utara mengirimkan bibit padi. “Saya menyemai beberapa butir padi pada 20 November 2007 lalu. 12 hari kemudian, bibit itu saya pindah ke polybag. Satu bibit padi, saya tanam ke polybag berukuran 40 x 40 cm. Saya menanam sekitar 50 polybag. Tak lama kemudian, saya tambah 20 polybag lagi. Sekarang saya sudah ada beberapa bibit berusia 3 hari yang sebentar lagi siap dipindahkan. Media yang saya gunakan adalah 1 : 1 antara tanah dan kompos.” Menurut Ingkan, tak repot memelihara tanaman ini. “Praktis tidak ada hambatan yang berarti selama saya menanam padi ini. Saya hanya rajin menyiramnya dua kali sehari, pagi dan sore.” Bila jadwal tak meleset, bulan depan Ingkan bakal memanen padi. Kalau upayanya berhasil, tentu menarik melihat panen padi di tengah kota. 1 POT HASILKAN 1 ONS Untuk kompos, menurut Sobirin, tak perlu beli. Cara membuatnya tak begitu sulit. Sampah organik rumah tangga seperti sayur basi, buah busuk atau sisa makanan ternyata bisa dimanfaatkan untuk menjadi kompos dan MOL yang punya nilai lebih. Sayangnya, hal itu sangat jarang disadari masyakarat. “Tak heran jika di TPS atau TPA, sampah sudah menggunung. Bahkan di Bandung, setiap hari sampah dibuang dengan berat setara 1.000 ekor gajah,” tutur Sobirin. Bila ada kesadaran untuk mengurangi jumlah sampah rumah tangga dengan kembali memanfaatkannya, jelas akan mengurangi sampah di TPS dan TPA. “Proses pembuatan kompos dan MOL mudah. Hasilnya pun bisa bermanfaat.” Menurut Sobirin, ada dua macam cara pembuatan kompos yaitu, aerob dan anaerob. Cara aerob adalah pembuatan kompos menggunakan udara. Tempat pembuatan kompos dibuat di atas tanah dan di sekelilingnya diberi lubang udara. “Tempat berukuran 1 meter kubik cukup untuk membuat kompos dengan cara ini. Kalau tidak ada, bisa juga menggunakan karung,” ucapnya. Sementara anaerob adalah pembuatan kompos di bawah tanah dan tidak perlu ditembok. Ukurannya sama dengan cara aerob. Keuntungannya, bahan kompos yang mengandung protein seperti kulit udang, kulit telur bisa dimasukkan. Ada teknik menghindari bau ketika tempat pembuatan kompos ini dibuka. ”Setiap usai mengisi bahan kompos, di atasnya dilapisi tanah sekitar 5 cm. Cara ini jangan digunakan bila air tanah di sekitar lingkungan kita dangkal.” Sobirin melanjutkan, semua jenis sampah organik dimasukkan saja ke dalam tempat pembuatan kompos. ”Untuk mempercepat pembusukan, bahan kompos disiram dengan air campuran MOL dengan perbandingan 1 MOL : 15 air,” kata ayah 3 anak dan kakek 4 cucu ini. MOL adalah kumpulan mikro organisme yang berfungsi sebagai starter pembuatan kompos organik dan dapat dibuat dari beberapa bahan. “Ada yang pakai sampah dapur, nasi bekas, rebung, bekicot, atau tapai singkong.” Setelah mencoba beberapa bahan pembuatan MOL, Sobirin lebih lebih memilih tapai singkong. Pertimbangannya tidak berbau busuk dan menjijikkan seperti bahan lain. ”Caranya, tapai singkong direndam air dan diberi gula secukupnya, 4 hari kemudian atau bila air rendaman tapai sudah berbau alkohol berarti sudah bisa digunakan,” beber lulusan Fakultas Geologi di Intitut Teknologi Bandung ini. Selain sebagai starter pembuatan kompos, “Agar tanaman semakin subur, MOL yang sebelumnya sudah dicampur air disiramkan setiap tiga hari sekali. Ketika saya panen padi dalam pot pada tahun 2006 yang lalu, 1 pot beras menghasilkan 1 ons atau 100 gram gabah kering panen (GKP).” Bagaimana jika tanam padi model SRI ini diterapkan di lahan yang lebih luas? “Umumnya jarak tanam SRI ini 30 cm, sehingga dalam 1 meter persegi ada sekitar 10 bibit padi. Berarti 1 hektar sawah berjumlah 100.000 batang padi. Total panen padi 10 ton GKP. Ini bisa menghasilkan sekitar 5 ton beras organik.”